Ayo gabung! Poskan karya anda ke salonsastra@yahoo.com atau salonsastra@gmail.com. Karya anda bisa berbentuk puisi, prosa atau renungan (maks. 1 hal quarto), dalam bentuk teks, audio maupun video. Kunjungi juga Obrolan Sastra Salonsastra di Facebook dan Salon Sastra Grup di Flickr.

11.25.2010

pada: Nurfa Rosanti


Karya : Edy Firmansyah

sumber foto : http://www.picasaweb.google.com/



pergilah, manisku. pergilah

tapi bergegaslah kembali ke sampingku

karena kepergianmu menjadikan hari-hari

begitu panjang dan melelahkan

pagi yang cerah, senja yang indah

terus-menerus menyeretku dalam kesedihan yang parah

kamar-kamar penuh buku

seperti begitu kosong dan pilu



di senja kulihat siluetmu terpana

di senja kulihat bayangan matamu berkacakaca

oh, betapa kesedihan kita sama.

oh betapa kebersamaan kita begitu purba



segeralah kembali, manisku. segeralah kembali

jika tidak, aku akan berkelana, menyebrangi semua samudera

menyusuri segala pintu waktu sambil berteriak;

adakah kau disitu? adakah kau disitu?

maka temani aku. temani aku dalam tawa dan pilu

jangan biarkan aku menjemput maut tanpa sekutu

tanpa kau disampingku



madura23112010 

Tanah Air

oleh : inu
sumber foto : http://www.mazyo.files.wordpress.com/


Tanah air lukaluka
Nyawa darah tumpah sudah

Tanah air subur permai
Kayaraya seantero dunia

Tanah air tanah kita
Jiwajiwa teraniaya

Tanah air tanah bunda
Jiwaraga siap membela

Tanah air malapetaka
Jutajuta rakyat sengsara


Mana dimana sebidang tanah kupunya
Tanah yang ku punya direbut penjajah

Mana dimana hasil bumi saya
Hasil bumi saya dirampok pengusaha

Cacacaca...
Hey... hey..
Cacacaca...
Hey... hey...

25nov 2010

11.24.2010

INI AKU

sumber foto dari internet
karya : M. Jazuly Irawan dan Gabriel


AKU BAGI KALIAN

Banyak tanya yang aku ingin tanyakan pada kalian wahai para perasa benar

Pakaian lusuhku
Mungkin terlihat sangat buruk dihadapan kalian

Rambutku yang tak pernah tersisir rapi
Mungkin bagi kalian tampak bagai setan yang menyesatkan

Gigi kuningku
Mungkin bagi kalian ini semakin menyempurnakan betapa hancurnya aku

Hitam kelam kulitku
Mungkin bagi kalian terlihat bagai se'ekor binatang liar yang takkan pernah jinak

Sepatu sobekku
Mungkin bagi kalian terlihat betapa tak berartinya langkah hidupku

Tebal kantung mataku
Mungkin bagi kalian terlihat bagaikan seorang pegadang yang selalu mabuk tiap malam

Telephone genggamku yang butut
Mungkin menjadi tolak ukur kesuksesanku dimata kalian

Tiap batang rokokku
Mungkin itu menjadikan aku semakin sempurna betapa buruknya aku

TAPI KALIAN BAGIKU

Setiap nama kalian
Terekam jelas bagiku bahwa kalian adalah manusia yang hadir disekitarku

Pakain yang kalian gunakan
Terlihat manis dihadapanku sangat sepadan dengan derajat tinggi kalian

Rambut rapih kalian
Terlihat sempurna dimataku bahwa memang pantas kepala hebat kalian mendapatkan itu

Gigi rapih kalian
Bagiku itu menyempurnakan senyum kalian saat kalian melemparkan senyuman terbaik dalam hidupmu

Halus atau kasar kulit kalian
Terlihat rapih membungkus sepadan dengan indah tercipta tubuh kalian

Sepatu atau apapun alas kakimu
Bagiku terlihat sangat layak kalian gunakan untuk selalu mengiringi langkah kalian, karna kaki kalian tak pantas jika harus terbuka dan terlihat usang

Mata indah kalian
Bagiku memang Selalu digunakan untuk menatap indah dan selalu melihat dengan teliti setiap celah yang tak bercelah

Kendaraan apapun yang kalian naiki
Bagiku terlihat sangat elok ketika setiap benda itu mengantarkan kalian berpergian, tanpa aku berfikir bagaimana mendapatkannya

Setiap helai nafas kalian
Terhembus layak bagiku ketika kalian dapat lega bernafas tanpa terhimpit gelapnya udara kota penindasan

TAPI...

Mengapa mata kalian hanya serempak melihat tubuh dan seragam serta wujud ??
Mengapa bibir kalian selalu berucap runcing sepadan dengan bulat tajam kepala kalian ??
Mengapa kaki kalian hanya berjalan berduyun searah mengikuti derap pacu hati dari hati yang terdahulu
Mengapa setiap fikir kalian selalu melihat buruk tanpa tahu apa yang buruk dan apa yang indah

APAKAH...??

Kalian tercipta sebagai Tuhan untuk diri kalian ??
Kalian tercipta sebagai penimbang yang selalu mengukur berat dosa ??
Kalian tercipta seindah kalian melebihi keindahan yang ada dibalik hitam ??
Kalian tercipta sebagai sang benar dan terlupakan sebagai sang tersalahkan ??
Kalian tercipta sebagai sound system yang selalu berucap pendek dan menciptakan ledakan agar mendapatkan satu gelar "WAH..."

NAMUN AKU...

Tidak kalian
Tidak terlalu pekat
Tidak menjadi buta akan hati dan rasa jiwa
Tidak termakan oleh mulut miring
Tidak terpancing oleh panas nada

INI AKU

Seorang pribadi dengan setiap yang aku miliki
Berjalan seiring dengan Tuhanku
Melihat pada satu "aku mampu"
Sadar akan apa yang disebut benar atau salah
Karna aku dan lidahku selalu beriring dengan fikirku dan mencernanya dalam diam dan perlakuan

Aku bukan seperti yang kalian lihat, fikir, dan ucapkan dari mulut kemulut.....

INI AKU HANYA UNTUK AKU, KALIAN DAN SEMUA YANG TERBAIK UNTUK MASADEPANKU....

Jangan berucap terlalu membenarkan wahay para sang tersalah
Ketahuilah bahwa kalian tidak lebih dari sebuah program acara infotainmet yang selalu berucap sensasi
Kalian selalu ada disekitar hidupku, dan aku tetap tersenyum walau kalian tetap membuatku berdarah dengan darah yang terus tercucur deras....

INILAH AKU, MEMANUSIAKAN MANUSIA, KARENA KITA TERLAHIR BERSAMA DALAM SATU...

Filistin

 
 
sumber foto dari internet
Otak-atik otak tanpa seni budaya
pentingkan material semata
dalam rutinitas padat jemu tanpa jamu.
Telan keluh gelisah basah bersama tanah

Membawa nabi-nabi sebagai pembelaan
atas kesalahan yang berubah pembenaran.
Maka bakarlah ijazah sarjanamu yang masih muda
bersama pikiran yang tak kunjung beranjak dewasa.

Filsafat pun kau hujat dalam anggapan sesat
sementara cogito ergo sum kau duplikat tanpa alamat

Kuliah sastra sepertinya tak berdampak pada pola pikir
yang kau pikir kritis padahal miris.

Terjebak dalam kedominanan
tanpa keberanian tentukan pilihan.
Konformitas tanpa batas.
Kehilangan identitas.

Alergi kritikan
caci maki penuh hinaan sebagai pembelaan.
Halalkan segala supah serapah
muntahkan bagai sampah.

Padamu filistin
aku berduka
untuk hidupmu yang mati sia-sia.


Alfikry Ilmi
Padang, 24 November 2010


* Filistin : orang yang sibuk dengan pencarian materil semata dan tidak peduli dengan pencapaian intelektual dan seni/budaya.
* cogito ergo sum : saya berpikir maka saya ada.
adalah sebuah ungkapan yang diutarakan oleh Descartes, sang filsuf ternama dari Perancis.

ode buat yola

karya yoyong amilin

sumber gambar dari internet
/
kita tak pernah saling memahami seperti ini
sebelum jaring malam
membawa kita pada pengembaraan asing

pun selama ini kita tahu
bahwa kemesraan
serupa rangkaian kabut
yang mengitari puncak tertinggi
sebuah gunung

namun malam ini
gemuruh kata di lidahku
berliaran untuk diungkapkan

tapi hanya tidurlah dalam mataku
yang bisa kubisikan

sebelum ikrar subuh berkumandang


(gunung geulis 1-8-2010)

MUSIM ALAM TERZHOLIM

karya A Rahman Al Hakim


sumber foto : http://www.picasaweb.google.comd/

Tangisan Waktu

Bila musim telah semusim jerih
angin lirih merintih perih

Derai air mata hujan suram
genangi daratan raya tenggelam
yang kosong dari kehidupan alam
keragaman buram kelam

Gunung-gunung sambut pilu sendu
Gundah luapkan lahar jiwa jiwa resah ngilu
Abu pekat kelam selimuti hati yang buram hancur
Semburan keruh lumpur longsor mengubur
Luluh lantak harapan retak
Amarah serak teriakan sesak

Luka alam timbun sapu segala yang bernyawa
geliat bumi lantakkan mahligai manusia
nelangsa badai banjir menerpa
teriakan pekik kematian bagai dalam neraka

Hilangnya kerimbunan flora
Hilangnya canda fauna

Kala kering kemarau kerontang
meranggas kehijauan tercabik membentang
api bakar alam amarah keserakahan yang terpampang

Bila musim tiba semusim
hilang harapan masa depan rahim
angan indah kenangan alam lalu
menjadi dongeng saksi bisu

Oleh nafsu pengumpul harta dunia
Oleh keserakahan tamak dunia
Melupakan generasi
Sisakan alam kerak basi

Bila musim jelang semusim
Hati pilu alam terzhalim

(ARAska.Bjm.Kalsel)

Jangan biarkan luka itu pulih

karya Uni Sagena Hasyim

sumber foto : http://www.picasaweb.google.com/

Mengapa kenangan  menjelma
Dulu dan kini,
Adakah  beda?

Kenangan  terhempas
ke belakang
ke depan
ke belakang lagi
semakin jauh  menggegar
kau dapati wajah-wajah
 yang dulu karib
kini lesap  membayu


namun,
Jangan biarkan luka-luka itu pulih
biarkan daun-daun  kerontang
Biarkan sesak menusuk dada
Biarkan ruang tetap hampa
Biarkan!
Dan nikmati
Setiap sayatannya...


Selangor, 7-6-09

11.23.2010

Kencing Dalam Kemasan

karya gampang prawoto

sumber gambar : http://www.artserver.nl/

Kail atau jala yang terlemparkan,
sebuah bukti kedalaman tetes
tetes embun kehidupan.
apa mungkin airmata
tanpa kepedihan
sebab
air mengalir karena keterpaksaan.

Perempuanperempuan
Tak lagi setapak melewati
keluhuran jalan leluhurnya.

Kejernihan bukan lagi milik air
karena kutangkutang takmampu
menyimpan sumber mata kehidupan
meranggas, merangsang kencing
hanyut dalam kemasan
tanpa label, hanya dengan
satu bandrol saja
“kenikmatan”

Penginapan2-plat ”S”, 04102009

RENUNGANKU

karya Asqarini

sumber foto dari internet.


Aku ingin seperti seorang syuhada
Yang hidup di sisi-Nya untuk selamanya
Aku ingin seperti seorang syuhada
Yang melimpahkan seluruh hidup hanya kepada-Nya


Ya Allah, betapa besar kenikmatan yang Engkau berikan
Segala kebahagiaan dan kekecewaan yang aku alami
Adalah untuk mempertebal imanku


Aku berhamdalah tatkala Kau berikan kenikmatan
Dan aku belajar untuk bersabar di saat mendapat kesulitan
Karena kuyakin, ada setitik harapan dalam kesusahanku
Karena kupercaya kepada Janji-Mu


Ya Allah, betapa lapangnya kini hatiku
Setelah begitu banyak kesulitan yang aku hadapi
Sekarang terbukalah mata hatiku
Bahwa hanya kepada Engkaulah tempat aku memohon pertolongan
Hanya Engkaulah yang mampu mengobati semua luka hatiku


Allah, terima kasih atas segalanya
Atas petunjuk dan hidayah-Mu kepadaku
Atas kerahiman-Mu yang masih mempedulikanku
Sungguh, aku hanya dapat bergantung kepada-Mu
Bukan kepada seorang manusia pun


Kini, aku lebih percaya kepada kemampuanku
Memahami maksud dan tujuanku hidup di dunia
Mengerti akan alasan Engkau ciptakan diriku
Memahami fungsiku di dunia ini


Allah, begitu besar rasanya aku mencintai-Mu
Cinta yang begitu tulus dan murni
Tapi… mampukah aku mencapai cinta-Mu
Hanya dengan izin-Mu aku mampu mencapainya

Akhirnya, hanya ridha-Mu yang kucari
Hanya surga-Mu yang kudamba
Semoga Engkau selalu bersamaku, dalam hati ini
Karena aku membutuhkan-Mu

Ya, Allah, bila Kau panjangkan umurku
Jadikanlah aku orang yang berguna
Dan janganlah Engkau sia-siakan hidupku
Karena kuingin sepenuhnya mengabdikan hidupku kepada-Mu

Oktober 2000

Sebuah Adegan tentang Malam Lamaran

karya Pringadi Abdi Surya

 
Pertanyaan pertama setelah pertemuan biasanya adalah "dapatkah kita
saling bertukar kartu nama?" tetapi aku terlalu takut untuk menyebut
berapa tanggal kelahiran aku yang adalah tanggal kematian ibu.

Adegan yang sama ketika lilin ditiupkan adalah kain mori dan tanah basah
tersebab airmata yang bercita-cita jadi air terjun. Aku manyun
melihat dirimu bercerita tentang laki-laki yang lahir dari listrik dan rebah
bagai jangkrik yang menemani giliran mati lampu di beberapa distrik.

Aku takut ketinggian. Aku takut kehidupan. Aku takut kehilangan. Aku
takut pada tiba-tiba yang kerap merenggut senyum dan pertemuan.

Pertanyaan kedua setelah pertemuan adalah "apakah kau mau kue tart ini?"

Dan tiba-tiba saja semua kue jadi pistol. Kau mengacungkannya kepadaku
seperti permainan dengan satu peluru, "Mari kita bertaruh, kepada siapa

kematian akan memilih?"

sumber foto http://www.blog.fly51fly.com/

Mengapa Palestin

karya Uni Sagena Hasyim

sumber foto : http://www.eramuslim.com/

Palestin yang kutuju
Tangis  bocah yang kudapati
Disisi jasad ibunya, Jihad  ayahnya, Martir  abangnya,
Meratap digenangi darahnya sendiri

Mengapa,  Bibi? [1]
Kau biarkan bocah palestin melempar batu
Hingga lupa taman, lupa bobo` siang, tak  minum susu, tanpa selimut
Sedang anakmu tidur dengan boneka, dongeng dari wonderland,
minum susu hi-calcium, dan  burger double-cheese
lalu kau jawab mereka dengan tank, dengan mesiu, dengan senapan laras panjang
kanak-kanak itu tersungkur di siang terang,
membatu di beku matamu

mengapa, Mubarak? [2]
Persadamu mewarisi peradaban
Dengan pekat ladang minyakmu
Namun kau bersekongkol dengan mereka
Berdekapan memunggungi saudaramu

Mengapa ia Palestin?
berjengkal  tanahnya  bersemuka
Chauvinistik laskar yahudi
dengan yarmulke dan bintang david di dadanya
Berlusin sepatu boot  mereka menggesa ia pergi
 Berlarian di bawah poster  Arafat dan Rabin
Yang  lama dahulu bersalaman
 tersenyum dan semu:

KL, 2010


[1] Nama kecil Benyamin Netanyahu, PM Israel
[2] Hosni Mubarak, Presiden  Mesir

lukisan di dinding

karya yoyong amilin
- bingkisan dari ruang tamu bang amsir

sumber foto : http://www.artserver.nl/

gelombang rindu menepi di karang kehidupan
perahu layar menjauh
menitiskan kisah cinta nenek moyang
yang pernah terdampar di angin senja
dalam ceria arakan awan

kepak camar melambai
memanggil kembali pulang
kepangkuan ibu yang setia di dapur

11.20.2010

GAYUS DAN HATI

sumber foto dari internet.

Melihat Gayus bisa lolos seperti melihat diri kita sendiri. Bagaimana ia bisa menyuap polisi, bagaimana ia bisa melenggang bebas sementara dirinya ketahuan melakukan banyak kesalahan, tidak ada bedanya seperti saat kita berbuat salah tapi kita anteng-anteng saja berkeliaran seperti tidak pernah melakukan kesalahan apa-apa. Bahkan kita dengan mudah lari dari kesalahan dan bersembunyi dengan segala cara. Dengan kata lain kita juga pernah melakukan hal yang sama seperti yang dilakukan Gayus. Tentunya dengan tingkatan yang berbeda. Jika gayus bisa menyuap aparat yang menjaganya di penjara, kita mungkin menyuap polisi saat kena tilang. Berbeda tapi tak sama. Atau mungkin sama tapi berbeda.
Fenomena Gayus di akhir tahun 2010 ini menunjukan bahwa hingga tahun ke 10 abad millennium ini, Bangsa ini belum berubah. Jelasnya, orang-orang di negeri ini belum mau berubah. Kita belum mau menengok ke masa lalu, belum mau belajar dari pengalaman atau menjadikan pengalaman di belakang sebagai kaca untuk bercermin. Kita justru asyik cuap-cuap di media sambil mengomentari kelakuan orang, mencemooh orang, memberi nasehat pada orang, atau mungkin mencari-cari kesalahan orang lain untuk dijadikan kambing hitam. Mata kita seperti mata dewa yang bisa melihat dunia ini secara utuh, tahu mana yang salah dan mana yang benar, sedangkan orang lain tidak. Ini seperti sebuah ungkapan seorang filosof terkenal, “aku berpikir maka aku ada”, dan orang lain di sekitar kita “tidak ada”. Bisa dibayangkan jika ada lebih dari satu orang yang berpikir maka akan terjadi perang antar “aku” dari pribadi yang berpikir. Kacaunya lagi, ketika si “aku yang berpikir” mendapat kursi kedudukan atau harta berlimpah maka “si aku” pun berubah jadi bertindak semena-mena.
Para ahli thoriqoh dan ahli sufi berpendapat bahwa proses berpikir itu tidak dilakukan oleh kepala, melainkan oleh “hati”, sebab otak tidak pernah bisa memberikan rasangan berpikir seperti yang dilakukan oleh hati. Itu sebabnya Bimbo berkata bahwa hati adalah cermin, tempat pahala dan dosa berpadu. Sebab di dalam hati ada filter atau energy dorong untuk melakukan yang benar dan menjauhi yang salah. Ketika hati hendak melakukan yang salah, maka hati berpikir dan menimbang untuk melakukannya atau tidak, rangsangan ini disampaikan ke kepala dan diwujudkan dalam bentuk tindakan ke seluruh anggota badan untuk melakukan atau tidak melakukan kesalahan itu. ketika hati terus-menerus mengiyakan pemikiran yang salah, maka hati orang tersebut akan gelap dan orang tersebut cenderung melakukan kesalahan dan juga kejahatan. Singkat kata “hati yang berpikir”.
Tetapi orang eropa dengan penelitiannya mengelabui kita bahwa berpikir itu pasti menggunakan otak yang ada di kepala. Itu sebabnya ketika kita mengatai seseorang bodoh atau bego, kita selalu menunjuk ke arah kepala orang itu. Kita tidak pernah menunjuk hati mereka yang tidak bisa berpikir dan menimbang mana yang salah dan mana yang benar. Ketika Gayus keluar dari penjara, orang-orang yang melakukan kesalahan juga kita tunjuk kepalanya karena mereka “nekad makan uang suap”, kita tidak menunjuk hati mereka. Padahal di hati mereka itulah mereka menyembunyikan segala perbuatan busuk mereka. Sama seperti kita, di hati kitalah kita menyimpan banyak keburukan, karena itulah kita juga mungkin merasa lebih aman ketika kepala kita yang ditunjuk orang saat kita melakukan kesalahan, bukan hati kita. Karena dengan ditunjuknya kepala kita, secara tidak langsung kita bisa menyembunyikan kebusukan yang ada di hati kita. (Renungan. Redaksi Salon Sastra).

11.18.2010

Haus Kemiskinan

karya gampang prawoto

sumber foto : http://www.sunanpraja.files.wordpress.com/

Kami haus kemiskinan
karena miskin dapat diurupkan dengan uang
dapat ditukar degan beras dan mencari sumbangan.

kami haus kemiskinan
karena miskin dapat menjual dan membeli jabatan,
miskin memberikan kesempatan korupsi
bahkan miskin mampu memasukkan kepala hingga kaki masuk bui.

kami haus kemiskinan
karena kemiskinan sudah langka.
kemiskinan sudah tak berkepala tinggal perut membesar
dan dubur yang menganga.

kami haus kemiskinan
karena kemiskinan sudah menjadi tuan di negeri sendiri,
menguasai pikiran dan perilaku
menggenggam hati menginjak nurani.

kami haus kemiskinan

Pejambon,27052010

11.17.2010

DI BATAS SUNYI

karya Moh Hamzah Arsa


sumber foto : http://www.picasaweb.google.com/

rumah-rumah tinggal bisik. suaramu parau.
abad-abad terus mencengkram
leher-leher doa. ketika sebuah busur panah dilesatkan
dadamu terbelah, burung-burung berhamburan
dari rimba rambutmu, lantas melintas
menyusun sarang baru di rimbun ranting dhuha

di batas sunyi, getar kecemasan jantungmu
semakin mengental. serupa tangkai waktu
yang rapuh, batu-batu sejarah mulai bergeser
ke ruang yang lebih terbuka. aku masih setia
memahat wajah purnama. pada bilangan zikir kemarau
kuurai daun tembakau menadah embun
bianglala. ladang-ladang tahajjud adalah rahimmu,
kelak janin kesadaran matahari mekar
menemukan ventilasi nafasnya

kau usap debu-debu yang beranak-pinak
membentuk gumpalan kekhawatiran laron-laron
serupa jalan-jalan menukik tajam. bercabang-cabang
jari-jemarimu lelah menghitung
kegamangan gemintang menyingkap awan
seperti kita sering lupa bahwa pada sepoi
kumandang azan, nafas kesabaran
rerumputan menegar

Mei, 2006

Bulan

karya Fitriani Um Salva

sumber gambar : http://www.google.co.id/


bulan kemilau menatap garang
tatkala malam melumat tubuhmu
aku pongah, kasih
kau tak tahu maknaku
(saat wangi bulan kau tumpahkan
di kudung pelangiku)

namun aku tak ragu dan mulai membaca sajakmu
memang, diamdiam kuasyiki sajak tubuhmu
(saat wangi bulan kau tumpahkan
di kudung pelangiku)

NEGERI AJI MUMPUNG

sumber foto dari internet.

Ini negeri adalah negeri aji mumpung. Mumpung dapet jabatan tinggi, yah kita tekan yang dibawah. Mumpung dapet kursi yang empuk, orang lain kita kasih kursi duri. Mumpung punya kepintaran tinggi, yang lain kita bodohi. Mumpung punya kolega banyak, kita kolusi, korupsi dan nepotisme. Mumpung duit berhamburan, kita beli apa saja, termasuk orang dan jabatan juga kita beli, demi menghasilkan duit yang lebih banyak lagi.
Dalam sebuah ulasan di sebuah televisi swasta disebutkan, “negeri ini adalah negeri yang belum sembuh dari luka penjajahan. Selama 65 tahun kemerdekaannya, negeri ini belum bisa menyembuhkan luka-lukanya.”
Dalam kehidupan sehari-hari kita melihat betapa urakannya negeri ini. Betapa semrawutnya. Banjir dimana-mana. Macet dimana-mana. Dulu pulang jam 3 sore atau keluar jam 12 siang, jalanan terasa lenggang, tapi sekarang….. minta ampun. Dari pagi, siang, sore bahkan malam hari kemacetan terjadi dibanyak tempat. Apalagi kalau hujan, kemacetan semakin menjadi. Anda mungkin pernah terjebak banjir di daerah blok M dan senayan. Dan anda mendapati kota Jakarta seperti tsunami kecil yang siap menyeret kita dengan air, dengan jutaan mobil dan motor.
Kita bingung dan juga gamang. Hidup seperti sudah tidak ada etika. Perasaan tiap invidu tidak dijadikan pertimbangan dalam setiap perubahan kota. Seolah-olah kota ini tumbuh dan berkembangan di atas ketidaktahuan kenapa kota ini harus tumbuh dan berkembang. Sebab itulah banyak sekali manusia di kota ini yang sakit hati karena merasa tersisih, lantaran bingung, lantaran tidak memiliki kemampuan dan kesanggupan apa-apa untuk berpartisipasi dalam pembangunan kota dan akhirnya terlindas dan atau megap-megap menggapai nasib sambil ditelan arus zaman.
Ada apa gerangan di negeri aji mumpung ini? Ketika kita melihat ke atas, yang di atas tidak lagi mau melihat ke bawah, padahal saat mau ke atas mereka memakai yang di bawah sebagai tangga naik untuk ke atas. Kita merasa tertinggal, terlupakan dan tertindas. Hal itu lantaran sudah tidak ada kesimbangan antara yang di atas dan di bawah. Sementara yang di atas aji mumpung berbuat seenak mereka, yang di bawah megap-megap mempertahankan hidup. Kesenjangan ini memang terasa sulit untuk disatukan. Bukannya tidak bisa, tapi mungkin kita sebagai bangsa yang masih terluka ini, dan masih hidup semrawut ini, belum terbiasa dalam keteraturan dan keseimbangan. Atau mungkin kita sudah lupa untuk memperhatikan tradisi keteraturan dan kesimbangan warisan nenek moyang? Bahwa hidup butuh keteraturan dan kesimbangan. Karena itu, wajar juga kiranya jika banyak bencana besar yang sulit kita hadapi dan menelan banyak korban, sebab alam pun telah kita rusak keteraturan dan keseimbangannya.

11.15.2010

Pertanda Dari Merapi

sumber foto : http://www.desaindigital.com/


Iyungallah… iyungallah… iyungallah…
Perih kalbuku mendengar dan menyaksikan rintihan tubuh renta itu
Sekuat tenaga, tubuh rentanya berusaha mendorong pintu rumah kayu sangat sederhana di lereng Merapi
Sejumlah tangan perkasa memaksa tubuh ringkihnya dibopong dan ditempatkan di atas tandu
Deru ambulans membawanya ke tempat aman dari hawa panas dan debu vulkanik Merapi

sumber foto : http://www.wartanews.com/

Wajah penuh keriput, rambut memutih berantakan, kain panjang, naju lusuh dan ratapan itu tak mau hilang dari ingatanku
Entah mengapa, batin ini terisis perih
Air mata pun mengalir deras tanpa dapat kubendung

sumber foto : http://www.desaindigital.com/

Kurasakan dalamnya kepedihan itu
Waktu pun berputar mengingatkanku pada pengalaman masa kecil di lereng Merapi
Guntur, lahar panas, lahar dingin, hujan abu, hujan pasir dan kemudian disusul hujan es sesekali mengusik kesunyian lereng Merapi yang dingin
Kami tumbuh menyatu dengan alam, tanah, rumah-rumah dari anyaman bambu sederhana, lantai tanah yang menghitam dan secuil rejeki untuk menyambung hidup

Kala Merapi memuntahkan isi perut bumi, warga tetap tak beranjak menjauh
Merapi adalah bagian dari alam kehidupan kami
Dia tak hanya sekedar sebuah Arga ciptaan Hyang Widhi
Dia adalah kehidupan kami, yang kami anggap hidup, yang selalu memberikan pertanda alam tuk ingatkan manusia dari segala kepongahan
sumber foto : http://www.desaindigital.com/

Di lereng yang dingin ini, berpuluh tahun kami tersembunyi dari hingar bingar dunia
Berpuluh tahun kami berlindung dan merasakan kenyamanan di tengah kemiskinan yang sulit beranjak
Ternak, ladang, gubuk reyot tempat kami berteduh adalah satu-satunya milik kami yang kami cari dengan keringat yang tak pernah sempat kering
Ikatan batin kami dengan benda-benda itu begitu kuat
Mereka memang tak bisa bersuara tebarkan janji
Kediaman benda-benda itu justru tebarkan energi kasih
Dalam kebisuan, mereka mendengar rintihan kami dengan setia
Dikeluarkannya setitik demi setitik makanan untuk menyambung hidup kami
Seperti layaknya seorang ibu menyuapi anak terkasihnya yang baru belajar makan dan mengunyah
Hanya mereka yang setia mendengar ratapan dan doa tubuh-tubuh renta, perempuan-perempuan desa sederhana berbaju lusuh, laki-laki tegap namun kurus dan legam yang tak kenal lelah mengais bumi dan merawat ternak dengan hati
Suara-suara lemah itu hanya bisa mengharapkan benda-benda bisu untuk melindungi dan memberikan berkah
Hyang Widhi di atas pucuk Merapi sana pun turut memancarkan kasihnya dan membawa kami pada kedamaian dalam ketertindasan dan ketakberdayaan
Sesekali Ia pun murka melihat kepongahan yang terus berlangsung, dan muntahan Merapi adalah pertandaNya
sumber foto : http://www.desaindigital.com/


Nyawa kami adalah tumbal yang dikorbankan untuk mengingatkan dunia yang pongah
Tak jarang, kami relakan raga kami menjadi tumbal Merapi dan Hyang Widhi
Karena kami memahami bahwa kepasrahan pada kehendak alam adalah salah satu kunci kedamaian hidup
Karena kami pun tak bisa melepaskan benda-benda itu, walau sedetik
Tak ada seorangpun, bahkan penguasa yang seharusnya menjadi pengayom kehidupan kami, yang mengerti kelekatan kami pada benda-benda bisu dan Merapi
Ketika benda-benda bisu dan Merapi tiada, kami pun tiada
Mengapa?
Tak ada satupun yang akan mempedulikan keringat kami yang tak pernah kering untuk memperoleh benda-benda bisu yang melekat dan menghidupi setiap hembusan nafas dan aliran darah di sekujur tubuh kami
Ketika mereka sirna, sirna pula kehidupan kami karena tak ada lagi tersisa untuk esok
Puluhan tahun untuk membuatnya kembali
Dan jika pun kala itu tiba, tubuh-tubuh kami sudah renta, peluh kami sudah habis, dan tanah vulkanik kehitaman nan subur telah menanti untuk mendaur tubuh-tubuh ini kembali menyatu dengan tanah, tanpa merasakan nikmat cucuran keringat kala nafas masih berhembus kencang
sumber foto : http://www.desaindigital.com/

Iyungallah...iyungallah...iyungallah...
Ratapan itu adalah panggilan untuk biyung (ibu) dan Allah sang Hyang Widhi
Ratapan yang selalu muncul ketika kegetiran menimpa
Dan lereng Merapi adalah saksi ribuan ratapan serupa selama puluhan tahun
Dan ratapan itu kini terus membahana, meluas seantero Nusa Antara
Pertanda apakah ini?
Apakah tak ada lagi harapan di bumi indah ini?
Ataukah tak ada lagi nurani-nurani yang tumbuh untuk memberikan harapan?
Ataukah jiwa-jiwa murni penghuni bumi indah ini telah mati dan berganti dengan keserakahan?

Ah......raga yang renta......tenanglah......
Rintihanmu hanya segelintir yang mendengar
Rintihanmu hanya segelintir yang mengerti
Rintihanmu mungkin tak banyak berarti bagi mereka yang berkuasa, pintar dan seringkali berlumur ayat
Ketahuilah bahwa para penguasa pintar itu hanya berlumur ayat dan janji namun tak punya hati
Ah...apakah hanya para penguasa pintar?
Mungkin juga sebagian besar dari kita nek

sumber foto : http://www.carazone.net/

Mari berharap pada keajaiban nek
Berharap pada segelintir jiwa yang masih murni di bumi indah ini tuk membuat perubahan
Hingga tak ada lagi rintihanmu
Iyungallah....iyungallah...iyungallah....

Tuti, Pedati 20, 1 November 2010

11.13.2010

Warga Negara

karya  Amien Wangsitalaja

sumber gambar : http://www.safa.tv/

aku berdoa untuk halaqahku
sebelum salam sampai
“beri kami kekuatan
untuk bayar pajak
dari tubuh kami yang renta
bagi pejabat yang bijak
mengelola kekayaan negara”

aduh
aku lupa
tidak berdoa untuk halaqahku
“beri kami kekuatan
untuk menjadi warga negara”

Menjelma Angin

karya :
Fitriani Um Salva

sumber foto : internet

sebab engkau angin
aku tak mampu menafsirkan sosokmu
serta irama majnunmu

tanpa kata

aku kehilangan wajah tuk melukismu
sebab sendiri aku melintas hujan yang basah
resah tak merekah

maka biar kumelompat menjelma angin
menghambur dari kota ke kota lain
menghembus mimpi yang mengering

MENUJU JALAN MU


Lagu karya
 Dessy

11.12.2010

SUATU MALAM (di Batu Raden)

Widi Hatmoko
 
sumber foto : http://www.safa.tv/
berbatang-batang rokok habis sudah terhisap
bergelas-gelas air menyerupai kencing kudapun kering dalam tegukan
aroma farhum lokal  bermerek impor menyebar
berbaur asap nikotin, apek keringat para tamu yang berajojing
kamar-kamar petak sudah terisi
ringkik binal mendengus di atas ranjang-ranjang yang bergoyang
menandingi hentakan irama dangdut
mengerang, menggelepar, lalu terkapar
sebuah petualangan usai sudah di penghujung malam
satu-persatu tangan-tangan  itu  menyeka butiran keringat
selesai ronde terakhir dipecahkan

pahalakah, sedekah
atau pengganti butiran cinta yang tersisi?
menyusup di bra-bra produk kakilima

mata air—air matanya, mengalir
menyusuri pipi yang dipupuri bedak-bedak penari lengger
menjamah leher, merembasi pembungkus payudara
kebawah sampai kelangkangan yang terasa perih
membasahi kasur-kasur yang terbalut kain-kain lusuh
entah, dengan warna apa
Merah—mungkin
jingga atau biru seperti langit
dan menggenangi seluruh ruangan petak

seraya bibir itu berbisik,
 “sayang..
jika suatu hari kita bertemu
jangan kau sapa aku
apalagi kau dekati  diriku
lupakan semua perjalanan malam ini
tidak ada cinta diantara kita”

Banyumas 2010