Ayo gabung! Poskan karya anda ke salonsastra@yahoo.com atau salonsastra@gmail.com. Karya anda bisa berbentuk puisi, prosa atau renungan (maks. 1 hal quarto), dalam bentuk teks, audio maupun video. Kunjungi juga Obrolan Sastra Salonsastra di Facebook dan Salon Sastra Grup di Flickr.

10.29.2010

SEBUAH PILIHAN

STOP PRESS! KACA REDAKSI!

sumber foto www.google.co.id
Banyak orang bilang, memilih atau tidak memilih sama saja memilih. Karena memilih merupakan sebuah tindakan mengambil sebuah keputusan. Tidak memilih juga merupakan satu tindakan mengambil sebuah keputusan. Dan dua-duanya adalah mengambil sebuah pilihan. Apakah ini satu bentuk kepasrahan atau sebuah keputus-asaan, ketika hidup terasa semakin sulit, memilih sesuatu atau tidak memilih sama-sama terasa sulit dan akan berhadapan dengan kesulitan atau berakhir dengan kesulitan. Ini terlihat seperti sebuah keputusasaan. Hal ini mungkin yang membuat ramai orang berkata seperti itu.
Dalam konsep Islam terkenal sebuah istilah “pasrah”. Pasrah adalah sebentuk usaha penyerahan diri secara total atau utuh. Menurut konsep sufistik, pasrah disini bukan berarti berdiam diri lantaran sudah putus asa akibat tidak ada lagi hal yang bisa dilakukan. Para sufi berpendapat bahwa pasrah disini adalah tetap mengikuti proses ketentuan yang diberlakukan Tuhan, dengan menerima segala sesuatunya secara sadar sambil tetap bekerja mencari peluang dan mensikapi setiap masalah yang sedang dihadapi. Dimensi pasrah bukanlah sebuah ruang untuk menyerah tanpa satu usaha. Karena bersikap pasrah merupakan sebuah tindakan, maka feedbacknya juga harus merupakan sebuah tindakan.
Namun dalam perkembangan zaman kini sikap pasrah juga diartikan sama dengan memilih atau tidak memilih, atau diletakan pada bagian ujung kekalahan, dimana kesadaran menyatakan bahwa sudah tidak ada lagi sesuatu yang bisa dilakukan. Sikap pasrah sebagai suatu sikap yang negative, padahal ia seharusnya positif. Ketika kepasrahan merupakan penyerahan diri terhadap kekuasaan Tuhan menjadi landasan diri, maka yang timbul adalah sebuah keyakinan, kekuatan dan kesadaran bahwa dalam hidup kita tidak bisa semena-mena, kita memang bisa berencana namun Tuhan dengan kekuatanNya yang sempurna yang menentukan segalanya. Namun ketika kepasrahan merupakan usaha lepas tangan pada guratan nasib ketika kita tidak bisa apa-apa lagi setelah letih dan gagal berusaha, maka Tuhanpun hanya menjadi tempat berkeluh kesah, doa-doa akan diselingi dengan tangisan serta paksaan agar Tuhan mengangkat lagi derajat kita, dan pandangan mata kita jadi redup, hidup kehilangan gairah, dan masa depan jadi bertambah suram. Maka habislah pemikiran kita dalam pilihan-pilihan, sebab kita tidak punya lagi keyakinan, kekuatan menghadapi masalah, semangat serta kemampuan mensikapi masalah.
Jakarta, 30 okt 2010

Sebuah Renungan

sumber foto http://www.picasaweb.google.com/
Di dalam jam yang berdetak ada ketidakyakinan terhadap diri.
Ada pengakuan yang terlalu berlebihan.
Ada penyembahan yang penuh lamunan.
Ada kebanggaan yang terlalu dibuat-buat.
Ada keraguan yang tidak jelas ujungnya.
Ada sumpah serapah lantaran kita tidak bisa mengusir kemiskinan.

Aku sudah berkaca
Hingga retak kacaku,
Hingga penuh debu dan lumut
Dan kudapati jawaban, ternyata aku tidak pernah berkaca

Aku sudah belajar dari hidup
Buku yang kubaca tingginya mencapai tujuh lapis langit
Dan aku menarik satu kesimpulan
Ternyata aku belum belajar dari hidup

Aku sudah bertemu dengan jati diriku
Melalui perenungan yang dalam
Hingga kukejar ujung sumur tanpa dasar
Tapi disana aku ternganga
Ternyata belum kutemukan jati diriku

Aku masih sebentuk raga dan jiwa yang tidak pernah bersatu padu
Aku maki kau, kupikir aku yang benar
Ternyata aku tidak benar
Aku bela kau, kupikir aku yang tepat
Ternyata aku tidak tepat

Aku masih sebongkah pertanyaan yang terus menggelinding
Entah mau kemana

Dan ketika kau tanyakan kesucian
Kebersihan
Kebaikan
Kebijaksanaan
Kupikir aku tempatnya
Ternyata aku cuma sampah…

Mustawa, 30 oktober 2010