Ayo gabung! Poskan karya anda ke salonsastra@yahoo.com atau salonsastra@gmail.com. Karya anda bisa berbentuk puisi, prosa atau renungan (maks. 1 hal quarto), dalam bentuk teks, audio maupun video. Kunjungi juga Obrolan Sastra Salonsastra di Facebook dan Salon Sastra Grup di Flickr.

12.24.2010

TANGIS TELAH MEMBUATMU TERLIHAT BEGITU CANTIK

Karya Lika niea

sumber foto : http://www.ldiikarawang.files.wordpress.com/

Guratan wajah sendumu selaksa memaknai hidup di naungi gelisah... dengan untaian peluh, dan tangis yang mungkin sengaja kau tahan... Aku masih terlampau kecil ketika harus memaknai  tangis yang tumpah di pipi kirimu... Aku masih terlihat acuh ketika ucapanku menyakiti hatimu... Aku masih mengingat helaan nafas panjang yang kau hirup saat datang masa salahku... dan Aku masih mengingat garis tegas senyummu yang selalu kau bagi dengan ikhlasmu... jika langkah kecilku saat itu goyah maka tangan halusmu menopang keberanianku... dan jika tangis terlanjur menetesi rasa... maka tak henti kau hadiahkan peluk hangatmu... dan seperti senja yang memerah... wajah sendumu memberiku iba atas cinta... lantas begitu ingin menyelimuti hidupmu dengan hati yang utuh... Bunda... sungguh kau teramat terlihat cantik ketika tangis tiba... sebab wajahmu kaya dengan cinta yang elok... dengan kemurnian rasa sekalipun letih karena hidup... Bunda...jika luruhnya peluh bisa membasahi rasa maka ku ingin rasa ku hangat sepertimu... tak terbatasi kesal dan amarah..,,,meski salah telah melukaimu... Kau bilang aku tetaplah bintang untukmu... sekalipun sinarku redup terlihat... tapi...buatmu bintang kecilku tetaplah indah... karena kau selalu menempatkannya di dekat hatimu... sehingga sinar redupku akan tetap terlihat indah tak menyilaukanmu... Bunda... sungguh tangis telah membuatmu terlihat begitu cantik... pada sepertiga malammu... dengan deru hati yang memburu saat doa kau sembahkan...  tetesannya di kulitmu,..seperti menghapuskan ragu bahwa hidup begitu rumit buatku... serau suaramu... membakar kembali ruhku... bahwa aku layak menjadi kebanggaanmu,..sekalipun sinarku tak seelok matahari... dan sekalipun langkahku lebih sering terseret karena himpitan ragu... Bunda... maafkan aku karena aku terlanjur menorehkan luka karena malu... malu mengakuimu sebagai peri cantikku... karena kau terkadang hadir hanya terbalut kain lusuh yang terlihat bodoh untukku... ,padahal jika ku tahui rembulanmu tak pernah padam... ronamu begitu menguning untukku... kau bahkan tak pernah sungkan menunjukan sabitmu... sekalipun langit hatiku hitam pekat terhadapmu... Bunda... sejuk nafasmu seperti embun yang bersahut kala tiba pagi... Bunda... indah untaian nasihatmu seperti harmoni alam di kala fajar datang... dan ingin ku ciumi engkau karena aku rindu dengan harum peluhmu... ingin kudekapi engkau karena aku rindu belaian ikhlasmu...ingin ku rengkuh engkau seraya mengingatkanmu... bahwa kau telah sempurna menyusun puzzleku... tak lagi ada yang terserak buatku... karena kau menyisipkan cinta diantara serpihannya... Bunda sungguh hidup mungkin terlihat tak adil di mataku untumu... tapi kau tetap utuh dengan keberanianmu... sekalipun tangis tetap menetes dipipi kirimu... tapi sungguh... Bunda... TANGIS TELAH MEMBUATMU TERLIHAT BEGITU CANTIK.
Sabtu, 04 Desember 2010

SAJAK AKAR

karya Moh Hamzah Arsa

sumber foto : internet


yang tersisa hanya sebuah akar
serupa jalan-jalan menikung di keluasan tubuhmu
satu mengalir ke arah jantungmu, lainnya melingkar di otakmu
tajam matahari tak habis membakar kesabaranmu
mengunyah bebatuan dan tanah berapi

ketika hujan menyentuh bibir bumi
akarlah yang terlebih dahulu mengekalkannya
lantas memintalnya jadi udara
mendesir menelisik pintu-pintu tanah
                   beribu benih yang kautanam di ladang ini
                   tumbuh menguncup jadi bintang-gebintang      
 
April, 2006

Tiga Puluh Menit ke Kiri

karya Pringadi Abdi Surya
sumber foto : http://www.artserver.nl/

Tiga puluh menit ke kiri, jalan-jalan yang nampak tidur kemudian berdiri. Sisi
Sungai Komering memiliki hikayat api, tanah-tanah gambut, sengketa laki-laki kabut.

Tengah hari ini, matahari mencegat Batanghari---arus dari Utara, membawa
Airmata di punggung seorang pendayung. Ratu bidar, perempuan penenun sampan
Penjahit rumah rakit, perawat hati yang sesak dan penuh meluapkan sesuatu.
Tapi ikan-ikan nampak kelaparan, mata kembungnya seolah mengatakan, “kami
Lebih mulia dari rajawali yang meminta daging sang Gautama!”

Jadilah ia gunting yang memotong helai demi helai rambut sang ratu itu.

Tiga puluh menit ke kiri, di sawah-sawah api. Ia merasa tua sebenarnya, setelah
Ampera, setelah jembatan musi dua, setelah dahan-dahan kelapa yang memberi arah
Kepulangan. “O, aku pahit lidah, boleh aku membuat diriku jadi batu?”

Tapi siang itu adalah separuh gunjungan rumput yang bergoyang. Dan separuh sisanya
Tertinggal di jejak bulan yang lindap, menemani kelinci-kelinci yang kehilangan savana.

Mungkin saja kita cuma legenda, diceritakan sebelum tidur di bangku-bangku sekolah
Dasar di buku-buku usang di perpustakaan. Yang sesekali bila sial, akan ada anak nakal
Mengambil tangga memanjat ke tempat paling tinggi. Lalu menemukanku yang terhenti
Di sejumlah halaman-halaman paling lusuh.

Sajak Akhir Tahun

karya gampang prawoto


sumber foto : http://www.artserver.nl/

aku
debu dari kerikil
kerikil yang terlempar
membinasakan nafsu

aku
embun dari karat
karat malam tanpa cercah cahaya

Tuhan
dalam renung menung yang hening
bening
tahun-tahunku
“ tidak ada apaapa ”
“ belum ada apaapa ”
hanya darah memerah bercampur nanah
dan dosa-dosa

Tuhan
dalam kering dan tandus
percikkan  senyum langit biru
akan kutanam benih
kupukupu dan kunang
baru di tahun baru


Kraton Sastra Alas-Jati,122009