Widi Hatmoko
sumber foto : http://www.safa.tv/ |
berbatang-batang rokok habis sudah terhisap
bergelas-gelas air menyerupai kencing kudapun kering dalam tegukan
aroma farhum lokal bermerek impor menyebar
berbaur asap nikotin, apek keringat para tamu yang berajojing
kamar-kamar petak sudah terisi
ringkik binal mendengus di atas ranjang-ranjang yang bergoyang
menandingi hentakan irama dangdut
mengerang, menggelepar, lalu terkapar
sebuah petualangan usai sudah di penghujung malam
satu-persatu tangan-tangan itu menyeka butiran keringat
selesai ronde terakhir dipecahkan
pahalakah, sedekah
atau pengganti butiran cinta yang tersisi?
menyusup di bra-bra produk kakilima
mata air—air matanya, mengalir
menyusuri pipi yang dipupuri bedak-bedak penari lengger
menjamah leher, merembasi pembungkus payudara
kebawah sampai kelangkangan yang terasa perih
membasahi kasur-kasur yang terbalut kain-kain lusuh
entah, dengan warna apa
Merah—mungkin
jingga atau biru seperti langit
dan menggenangi seluruh ruangan petak
seraya bibir itu berbisik,
“sayang..
jika suatu hari kita bertemu
jangan kau sapa aku
apalagi kau dekati diriku
lupakan semua perjalanan malam ini
tidak ada cinta diantara kita”
Banyumas 2010
Tidak ada komentar:
Posting Komentar