Ayo gabung! Poskan karya anda ke salonsastra@yahoo.com atau salonsastra@gmail.com. Karya anda bisa berbentuk puisi, prosa atau renungan (maks. 1 hal quarto), dalam bentuk teks, audio maupun video. Kunjungi juga Obrolan Sastra Salonsastra di Facebook dan Salon Sastra Grup di Flickr.

12.31.2010

Cepat Bangun Nak

karya Alfikry Ilmi

sumber foto : http://www.artserver.nl/

Bangun, nak.
Lekas mandi
sebelum didahului matahari.
Hari tak sudi menanti
waktu tak mau menunggu.
Kita harus segera pergi
Mencari remah roti
penyambung hidup pagi ini.

Mari, nak.
Mari keluar
Dari pengap rumah yang kita dirikan di pinggir kali
mereka selalu bilang tak layak huni
sementara janji membumbung tinggi
belum juga ditepati.

Cepat, nak.
Percepat gerakmu
kita kejar mimpi-mimpi yang tak terbeli
barangkali ada yang tercecer di jalanan
atau nyangkut di tali jemuran.

Perhatikan, nak.
Tajamkan matamu
Begitu banyak masa depan yang kita temui pada sampah-sampah itu
kau pungutlah satu persatu
plastik, kaleng, besi, kardus, sepatu, kertas, baju
jika beruntung kita dapat buku
kau bisa peroleh ilmu
meski tak sebanyak anak-anak gedongan
yang sekolah untuk mendapatkan pengakuan.

Sekarang matahari bermahkota di atas kepala
Badan kita dipanggang di bawahnya.

Istirahatlah, nak
di bawah beringin itu.
Tapi jangan terlalu nyaman
apalagi sampai ketiduran.
nanti kita diseret paksa keamanan.
Kota ini butuh keindahan!

Alfikry Ilmi
Padang, 28 Desember 2010

Dijerat Pesona

By Rochyana Rohadi

sumber foto : http://www.triansyah.files.wordpress.com/

Tek dur!...
tek dur!...
tek tek dwar!...
bintang-bintang kecil berpencar

Blar!...merak mekar
dalam warna indah
merah, kuning, hijau,ungu
membelah angkasa
di antara ribuan bintang kecil
dari letusan petasan dan kembang api
beraneka lainnya

Tek duk duk!...
blem! ... dwar!...
dwar!...sekarang kembang-kembang
cantik memukau...
bagai liontin raksasa
granat muncrat
hadirkan bintang-bintang berwarna
aneka

Wajah-wajah tengadah
terpinga...
mata melotot
bibir rata-rata setegah terbuka
dijerat pesona
dua ribu sebelas,sudah...
Sadarkah baru saja membakar uang
hasil kerja?

BISMILLAH

Karya Lika Niea

sumber foto : internet

Wajahku telah penat memikirkan dunia...

Maka kupilih berWUDHUI....

Tanganku terlalu letih menggapai cita-cita....

Maka kupilih berTAKBIR....

Pundakku tak kuasa lagi memikul amanah....

Maka kupilih berSUJUD....

Aku telah ikhlas akan semua....

Aku talah mendekatkannya pada-MU....

Agar kutunduk disaat yang lain tetap angkuh....

Agar kuteguh disaat yang lain mulai runtuh....

Agar kutegar disaat yang lain jatuh terlempar....

Semoga ALLAH menempatkanku dalam golongan orang yang sabar....

WALAFWU MINKUM....

12.29.2010

Mengukir pena di atas tanah

Karya Ade Riyan Purnama

sumber foto : http://www.maulsyahidah.files.wordpress.com/


Bila nanti saatnya
aku hanya ingin bercerita tentang emak
cerita tentang ia memberi nama
yang akan tertulis di atas tanah


Bila nanti saatnya
aku hanya ingin menangis di atas pangkuan emak
tempat dimana aku menangis pertama
yang mengajarkan alif, ba, ta, tsa
dalam tangisan harap dewasa


Mak...
dalam isakmu ada butiran embun pucat anakmu
kini aku tertidur mak.. lelap sekali
semoga di tapak kakimu tetap ada surga untukku

SUDAH KALAH AKU

Puisi karya Endang Supriadi
sumber foto : internet

sudah kalah aku. percuma atap kubangun
pintu kupasang, roda kuputar, payung
kubuka. aku renta, tumbuh langsung tua
dagingmu dagingku beda. aku berdarah
awan, engkau berdarah kawah
benar-benar jauh panggang dari api

sukmaku menggelontor seperti air bah
yang tak berakar, namun justru
mengepung seluruh tempat persembunyianmu
ini aku, cemara yang bergoyang
rantingku tempat senggama burung-burung
langit membungkusnya berabad-abad,
tapi engkau begitu rela membakarnya.

sudah kalau aku. percuma kuberi nama manis
pada pisau, kuberi nama salju pada batu
kuberi nama rindu pada badai, kuberi nama
sorga pada kubur. kereta kepedihan ini,
terus melangsir di sendi-sendi pikiranku.

Citayam, Pebruari 2006

12.26.2010

rindoe bak tangkai tak beroejoeng

karya Seteng Sadja 

sumber foto : http://www.picasaweb.google.com/

hoedjan sahadja tak mampoe mentjegatnja.
itoe perasaan teroes terbajang-bajangkan.
setasioen toegoe boleh menjaksikannja...

diindjak-indjak betoel rasa tjinta ...
dikedjar-kedjarkan senjap hatinja...

dari petjinan di tengah kota
sehingga kijrkoof di dekat podjok beteng sana
dari kali tjode djernih
sehingga goenoeng merapi jang terkasih

menoenggoe teroes sahadja menoenggoe
mentjari teroes sahadja mentjari

rindoe bak tangkai tak beroejoeng...

12.25.2010

Senja Bernuansa Abu Abu

karya Rochyana Rohadi

sumber foto : internet.
I
Senja bernuansa abu-abu
langitnya…lautnya…
jingganya sinar surya kalah terbalut
sendu

Angin sepoi memainkan rambutku
sejuk… membuat mata terpejam
merasakan hadirmu

Kau dengarkah pintaku untuk
duduk di sampingku
mendengarkan nyanyi air yang merdu ?

            II
Nuansa kelabu makin meraja
Sementara lampu - lampu mulai menyala
menambah sendu suasana

Dari tepi pantai
gedung-gedung terlihat seperti siluet
ikut berwarna kelabu karena jarak
yang jauh

Sunyi menyusup ke hati
Sepi…tapi ada tenang perlahan
menyelimut jiwani
entah kenapa aku merasa
benar-benar engkau temani

                III
Senja tambah temaram…
Perahu lembayung berbendera hijau muda
terus bergoyang dipermainkan gelombang
Kukatakan dalam hati:
“Andy, sedari tadi dia menunggu kau datang”

                IV
Perahu Prabu ditambatkan berdampingan
dengan lembayung
bagai sepasang kekasih saling memandang
dan bercakap dalam diam
bahasa batin, yang bermainn

                V
Ada suara musik dan nyanyi dari cafe
di pinggir pantai :
“Aaaa…aaaa…aaaa…”
Seriosa seperti orang kesurupan
Kemudian terdengar lagu Megi Z :
“Tidak semua…laki-laki…”
Ya ampun…
Kaya’nya lebih bagus tak usah menyanyi…

                VI
Bulan biru muda mengintip dari balik
awan hitam
kontras dengan  kuning terangnya lampu
dermaga

Aku memandang ke laut lepas
Terpaut pandang ke perahu-perahu boot
Yang sesekali lintas
Deru mesinnya memecah sunyi
yang membalut jiwani
menyadarkan hati kalau aku hanya sendiri

                VII
Sudah malam…
Nafasku sedikit lega
mungkin karena rasa stress yang mereda
Aku pulang , merenda kata dalam malam

Pengantin


karya Fitriani Um Salva

sumber foto : internet.

1
kutunggu kau merobek gamisku
kau musti lihat makna tubuhku
yang menyimpan keperawanan ilmu

2
adakah salahnya kusimpan sobekan piyamamu
sebab kan kujadikan alas betis bagiku
ketika kucari keberadaanmu
yang lancang mengintip singgasanaku

TRAGEDI CINTA


karya Peri Biru

sumber foto : www.picasaweb.google.com

Mungkin darah serupa madu
& cinta semacam candu
Kan kuteguk tiap tetesnya yang keluar dari nadiku yang teriris manis

Cinta ini layaknya belati
Yang mencabik pori-pori hati
Merobek anal langit pun menggoreskan luka jiwa

Seperti hantu tanpa kepala
Mayat jiwaku berkeranda
Tanpa kafan & hanya telanjang

Pada ufuk senja
Engkau taburkan bunga di dada
Dimana duri mawar itu kau mahkotakan di kepala rohku

Aku memintamu memenggal kepalaku
Agar tak lagi kulihat ketampananmu yang bagai empedu
Biarlah ku menyelam di telaga kesunyian

Semerta ku tenggelam dalam dimensi tak bertuan

12.24.2010

TANGIS TELAH MEMBUATMU TERLIHAT BEGITU CANTIK

Karya Lika niea

sumber foto : http://www.ldiikarawang.files.wordpress.com/

Guratan wajah sendumu selaksa memaknai hidup di naungi gelisah... dengan untaian peluh, dan tangis yang mungkin sengaja kau tahan... Aku masih terlampau kecil ketika harus memaknai  tangis yang tumpah di pipi kirimu... Aku masih terlihat acuh ketika ucapanku menyakiti hatimu... Aku masih mengingat helaan nafas panjang yang kau hirup saat datang masa salahku... dan Aku masih mengingat garis tegas senyummu yang selalu kau bagi dengan ikhlasmu... jika langkah kecilku saat itu goyah maka tangan halusmu menopang keberanianku... dan jika tangis terlanjur menetesi rasa... maka tak henti kau hadiahkan peluk hangatmu... dan seperti senja yang memerah... wajah sendumu memberiku iba atas cinta... lantas begitu ingin menyelimuti hidupmu dengan hati yang utuh... Bunda... sungguh kau teramat terlihat cantik ketika tangis tiba... sebab wajahmu kaya dengan cinta yang elok... dengan kemurnian rasa sekalipun letih karena hidup... Bunda...jika luruhnya peluh bisa membasahi rasa maka ku ingin rasa ku hangat sepertimu... tak terbatasi kesal dan amarah..,,,meski salah telah melukaimu... Kau bilang aku tetaplah bintang untukmu... sekalipun sinarku redup terlihat... tapi...buatmu bintang kecilku tetaplah indah... karena kau selalu menempatkannya di dekat hatimu... sehingga sinar redupku akan tetap terlihat indah tak menyilaukanmu... Bunda... sungguh tangis telah membuatmu terlihat begitu cantik... pada sepertiga malammu... dengan deru hati yang memburu saat doa kau sembahkan...  tetesannya di kulitmu,..seperti menghapuskan ragu bahwa hidup begitu rumit buatku... serau suaramu... membakar kembali ruhku... bahwa aku layak menjadi kebanggaanmu,..sekalipun sinarku tak seelok matahari... dan sekalipun langkahku lebih sering terseret karena himpitan ragu... Bunda... maafkan aku karena aku terlanjur menorehkan luka karena malu... malu mengakuimu sebagai peri cantikku... karena kau terkadang hadir hanya terbalut kain lusuh yang terlihat bodoh untukku... ,padahal jika ku tahui rembulanmu tak pernah padam... ronamu begitu menguning untukku... kau bahkan tak pernah sungkan menunjukan sabitmu... sekalipun langit hatiku hitam pekat terhadapmu... Bunda... sejuk nafasmu seperti embun yang bersahut kala tiba pagi... Bunda... indah untaian nasihatmu seperti harmoni alam di kala fajar datang... dan ingin ku ciumi engkau karena aku rindu dengan harum peluhmu... ingin kudekapi engkau karena aku rindu belaian ikhlasmu...ingin ku rengkuh engkau seraya mengingatkanmu... bahwa kau telah sempurna menyusun puzzleku... tak lagi ada yang terserak buatku... karena kau menyisipkan cinta diantara serpihannya... Bunda sungguh hidup mungkin terlihat tak adil di mataku untumu... tapi kau tetap utuh dengan keberanianmu... sekalipun tangis tetap menetes dipipi kirimu... tapi sungguh... Bunda... TANGIS TELAH MEMBUATMU TERLIHAT BEGITU CANTIK.
Sabtu, 04 Desember 2010

SAJAK AKAR

karya Moh Hamzah Arsa

sumber foto : internet


yang tersisa hanya sebuah akar
serupa jalan-jalan menikung di keluasan tubuhmu
satu mengalir ke arah jantungmu, lainnya melingkar di otakmu
tajam matahari tak habis membakar kesabaranmu
mengunyah bebatuan dan tanah berapi

ketika hujan menyentuh bibir bumi
akarlah yang terlebih dahulu mengekalkannya
lantas memintalnya jadi udara
mendesir menelisik pintu-pintu tanah
                   beribu benih yang kautanam di ladang ini
                   tumbuh menguncup jadi bintang-gebintang      
 
April, 2006

Tiga Puluh Menit ke Kiri

karya Pringadi Abdi Surya
sumber foto : http://www.artserver.nl/

Tiga puluh menit ke kiri, jalan-jalan yang nampak tidur kemudian berdiri. Sisi
Sungai Komering memiliki hikayat api, tanah-tanah gambut, sengketa laki-laki kabut.

Tengah hari ini, matahari mencegat Batanghari---arus dari Utara, membawa
Airmata di punggung seorang pendayung. Ratu bidar, perempuan penenun sampan
Penjahit rumah rakit, perawat hati yang sesak dan penuh meluapkan sesuatu.
Tapi ikan-ikan nampak kelaparan, mata kembungnya seolah mengatakan, “kami
Lebih mulia dari rajawali yang meminta daging sang Gautama!”

Jadilah ia gunting yang memotong helai demi helai rambut sang ratu itu.

Tiga puluh menit ke kiri, di sawah-sawah api. Ia merasa tua sebenarnya, setelah
Ampera, setelah jembatan musi dua, setelah dahan-dahan kelapa yang memberi arah
Kepulangan. “O, aku pahit lidah, boleh aku membuat diriku jadi batu?”

Tapi siang itu adalah separuh gunjungan rumput yang bergoyang. Dan separuh sisanya
Tertinggal di jejak bulan yang lindap, menemani kelinci-kelinci yang kehilangan savana.

Mungkin saja kita cuma legenda, diceritakan sebelum tidur di bangku-bangku sekolah
Dasar di buku-buku usang di perpustakaan. Yang sesekali bila sial, akan ada anak nakal
Mengambil tangga memanjat ke tempat paling tinggi. Lalu menemukanku yang terhenti
Di sejumlah halaman-halaman paling lusuh.

Sajak Akhir Tahun

karya gampang prawoto


sumber foto : http://www.artserver.nl/

aku
debu dari kerikil
kerikil yang terlempar
membinasakan nafsu

aku
embun dari karat
karat malam tanpa cercah cahaya

Tuhan
dalam renung menung yang hening
bening
tahun-tahunku
“ tidak ada apaapa ”
“ belum ada apaapa ”
hanya darah memerah bercampur nanah
dan dosa-dosa

Tuhan
dalam kering dan tandus
percikkan  senyum langit biru
akan kutanam benih
kupukupu dan kunang
baru di tahun baru


Kraton Sastra Alas-Jati,122009

12.15.2010

SENANDUNG KESUNYIAN

karya A Rahman Al Hakim


sumber foto : http://www.endless-satsang.com/


Alunan senandung jiwa
Meresap kedalam sukma
Desah nafas terbawa
Desiran bayu membelai asa

Kesunyian tenggelamkan raga
Punahkan semua angkara
Tenggelamkan irama dunia
Hanyut tiada masa

Roh rindu bergelora
Membubung keangkasa raya
Merangkul keabadian asmara
Dari yang Maha Elok tiada tara

Kesunyian adalah haqiqat cinta
Bagi insan yang punya jiwa
Rahasia bagi mereka yang mereguknya
Sehingga semua menjadi fana
Di dalam kesunyian

Hening

(ARAska.Bjm.Kalsel)

Terbunuh (lagi)

karya Uni Sagena Hasyim


sumber foto : http://www.1.bp.blogspot.com/
Ini kematianku  yang kesekian
Mereka telah menikamku
dengan enam belati
Telak di kiri jantung

Jika sekali aku bangkit dari mati
Ingin kutatap mata mereka tersenyum
Sebelum aku terbunuh lagi
Untuk kali terakhir
(happy?) 

(Gunung Kelua Samarinda, 2007)

Sajak Para Pencuri

karya Holy Adib
sumber foto : http://www.wartakota.co.id/



jangan salahkan kami

jika dalam otak ini

hanya ada pikiran untuk mencuri

karna perut yang tak berisi

akan mematikan hati



jangan salahkan kami

jika kami masuk rumah kalian tanpa permisi

karna perut yang tak berisi

membuat kami tak punya basa basi



jangan sekali-sekali menyalahkan kami

jika kami mengancam kalian dengan belati

karena perut yang tak berisi

menjadikan kami kian tak terkendali



jangan pernah menyalahkan kami

jika hari ini kami abai

dengan semua nilai-nilai

karna pemimpin yang kami percayai

mecontohkan kami perbuatan begini



Padang, 2 Desember 2010

SURAT SURAT TAK TERBACA

karya Moh Hamzah Arsa

sumber gambar : http://www.2.bp.blogspot.com/

angin masih belia, surat-suratmu
tak sempat kubaca dalam perih keringat
perihal lagu kemarau meninabobokan nafas rerumputan
yang tumbuh liar sepanjang keningmu
matamu semakin purba
ketika rerumputan itu berubah duri waktu
sesekali melukai kulitmu yang beludru      

udara tropis meranggas di pucuk-pucuk tembakau
rumah-rumah kehilangan senyum. wajahmu semakin lengang
seperti duka anak tetangga yang ditinggal ibunya
tiba-tiba aku teringat sepenggal ceritamu
tentang seorang pengemis tua yang selalu
menggedor-gedor pintu kemarau usiaku

surat-suratmu masih tersimpan rapi
di almari hatiku. mataku terlalu asing menyiangi
debu jalanan yang seringkali menikam jantung matahari
hingga tembaga. seperti hari-hari kemarin, kulipat
pesan ramah reranting cemara menyapa angin
dalam nafas panjang doa-doa sembahyang
kelak akan kulukis ranum senyummu
mewarnai perjalanan sejarah angin yang gemetar

berapa mil lagi harus kucicipi manis elektron pelangi?
abad-abad terus berlari dalam alfa tawamu
di beranda ini kita perlu berhenti sejenak
mengunyah hari-hari yang berbatu
lantas menanam benih cinta bumi pada matahari 
biarkan surat-suratmu memfosil
menjadi jejak musim dalam beranda sunyi sajak-sajakku

April, 2006 

KOTA TIKUS

karya Divin Nahb

sumber foto : http://www.blog.bekahbrunstetter.com/

kota telah mati
yang tertinggal hanya tikus-tikus
yang menjelma dari tengkorak penguasa
yang dulu menelusup di lubang-lubang
dan menghembus kesengsaraan

Tangerang, Juni-Agustus 2010

12.11.2010

Emak

karya Peri Biru
http://www.3.bp.blogspot.com/

Bu...
Kau bagaikan rembulan yang tinggi di awan
Memecahkan kegelapan dengan cahaya yang terang

Bu...
Cahayamu yang tenang tak pernah jemu
Memberi dan terus mencurah tenaga

Bu...
Simbahkanlah cahayamu selamanya
Sebab aku disini sentiasa mendoakan

12.08.2010

SEBUAH CATATAN TENTANG SENJA

karya Moh Hamzah Arsa

sumber foto dari internet.

senjalah yang mengalirkan sungai kecil
di dadamu. sebuah perahu putih kautambatkan
di muara. inilah kendaraan terakhir buat kita hijrah
menjelajahi urat angin yang beranak-pinak
di keluasan kening para nelayan
anak-anak kecil tanpa beban
menyaksikan wajahnya ditikam ikan

pelangi masih setia mengisahkan betapa getir
burung-burung camar memintal-mintal ombak
dan mematuk-matuk paruh ikan: luka berdarah-darah
seperti ketika khidir menenggelamkan gugus mimpi anak-anak
aku pun bergegas menyelami lautan: mutiara ini masih saja cahaya
                                        
pada senja yang terakhir, garis-garis takdir
begitu jelas terurai di bilangan abad-abad zikir
kita gagal mengunyahnya dengan geletar badai
doalah mata hati, tajam membelah dada matahari
dalam gugur bunga zaitun

April, 2006

SAJAK UNTUK GURU HONORER

Oleh Widi hatmoko

sebuah catatan
untuk sahabatku
Gati

sumber karikatur : http://www.1.bp.blogspot.com/

masih seperti   duapuluh tahun yang lalu
aku melihat kaki kecilmu
mengayuh sepeda mini yang telah menjadi rongsok—
usang dimakan jaman
aku masih ingat
sebatang coklat yang tak sempat kuberikan kepadamu
meleleh
terjatuh di atas tanah yang kering
terinjak kaki-kaki bersepatu
kita tak pernah tahu;
sejauh mana langkah yang sudah kita tempuh
berapa angan yang telah kita buang
Sebanyak apa sakit yang tidak pernah kita hitung
ketika harapan itu padam
kau terbangun dari mimpi
melihat hitam melilit sekujur malam
saat semburat jingga menebarkan seribu harapan
kau sedekahkan jiwamu pada anak-anak di sekitarmu
seketika itupula
aku melihatmu seperti pijar matahari jam sembilan pagi
sinarmu merata pada hamparan bak permadani hujau  nan subur
ketika menjamah diantara  padang yang tandus
kaupun menjelma menjadi hujan yang jatuh dari langit
sontak, sorai wajah-wajah gersang—riang
menengadah di atas tanah yang basah

masih seperti duapuluh tahun yang lalu
aku ingin tetap melihat kaki kecilmu
mengayuh sepeda mini yang telah menjadi rongsok—
usang dimakan jaman
meskipun kau telah meninggalkan cerita lamamu—guru honorer

Satelit Jakarta 2010